BOLAHIT – Manchester United kembali gagal memenuhi ekspektasi publik setelah tersingkir dari perburuan gelar Liga Europa musim 2024/2025. Kekalahan menyakitkan dari Sevilla di babak semifinal menjadi penutup dari performa yang inkonsisten sepanjang turnamen. Banyak pihak bertanya-tanya, bagaimana klub sebesar United bisa kembali terpeleset di level Eropa? Berikut adalah sejumlah faktor utama yang menyebabkan kegagalan Setan Merah meraih trofi Liga Europa.
1. Inkonsistensi Taktik dari Ruben Amorim
Manajer ruben amorim sempat mendapat pujian atas filosofi permainan menyerang dan pendekatan berbasis penguasaan bola. Namun, di Liga Europa musim ini, pendekatan taktisnya kerap berubah-ubah. Dalam beberapa laga penting, Manchester United terlihat bingung dan tak memiliki rencana cadangan saat permainan tak berjalan sesuai rencana. Pergantian pemain yang lambat, susunan pemain yang tidak konsisten, dan formasi yang terus berganti menjadi sorotan tajam.
Sevilla, yang dikenal sebagai “raja Liga Europa,” mengeksploitasi celah di lini tengah Manchester United. Kurangnya kontrol permainan dan ketidakmampuan menyesuaikan strategi saat tertinggal membuat tim kesulitan bangkit, meskipun memiliki materi pemain yang cukup mumpuni.
2. Lini Belakang Yang Rapuh
Masalah utama lain adalah pertahanan. Cedera yang menimpa Lisandro Martínez dan Raphael Varane membuat ruben amorim harus mengandalkan duet yang kurang solid di lini belakang. Harry Maguire kembali menunjukkan performa di bawah standar, sementara Victor Lindelöf tidak mampu mengimbangi kecepatan lawan.
Kesalahan individu menjadi bumerang dalam beberapa pertandingan. Gol-gol yang bersarang ke gawang Manchester United sebagian besar berasal dari kesalahan sederhana, seperti salah antisipasi bola atau miskomunikasi antara bek dan penjaga gawang.
3. Minimnya Mental Juara
Manchester United belum menunjukkan mentalitas juara yang konsisten di panggung Eropa sejak era Sir Alex Ferguson berakhir. Saat tertinggal, alih-alih bangkit, para pemain justru tampak panik dan kehilangan arah. Hal ini terlihat jelas dalam laga leg kedua melawan Sevilla. Setelah kebobolan, bukannya menekan, para pemain malah kehilangan disiplin dan organisasi.
Mentalitas ini menjadi pembeda antara tim juara dan tim yang hanya kuat di atas kertas. Sevilla bermain dengan percaya diri dan determinasi tinggi, sementara Manchester United terlihat gamang di bawah tekanan.
4. Ketergantungan pada Pemain Tertentu
Manchester United terlalu bergantung pada performa Bruno Fernandes dan Marcus Rashford. Ketika keduanya absen atau tampil di bawah performa terbaik, permainan tim langsung menurun drastis. Absennya pemain pelapis yang bisa tampil di level yang sama menjadi kelemahan fatal.
Faktor ini semakin diperparah dengan kurang maksimalnya kontribusi dari pemain baru seperti Antony dan Mason Mount. Mereka belum menunjukkan konsistensi atau dampak besar dalam pertandingan penting.
5. Jadwal Padat dan Cedera
Musim yang padat dan minim rotasi membuat banyak pemain kelelahan. Selain Martinez dan Varane, beberapa pemain kunci lainnya seperti Luke Shaw dan Casemiro juga mengalami cedera di momen-momen krusial. Cedera dan kelelahan fisik mengganggu kestabilan tim dan membatasi opsi taktik ruben amorim.
Manajemen skuad yang kurang efektif membuat tim rawan drop performa, terutama saat menghadapi tim-tim dengan intensitas tinggi seperti Sevilla.
Penutup: Evaluasi Wajib Dilakukan
Kegagalan meraih trofi Liga Europa menjadi alarm keras bagi Manchester United. Klub sebesar United tak bisa terus menerus hidup dari bayang-bayang kejayaan masa lalu. Mereka membutuhkan perbaikan mendasar, baik dari segi taktik, mentalitas, maupun struktur tim.
Jika ruben amorim ingin membawa Manchester United kembali ke jalur juara, evaluasi total harus dilakukan. Dari strategi di lapangan hingga kebijakan transfer, semua harus diperbaiki secara menyeluruh. Karena jika tidak, kisah kegagalan ini akan terus terulang, musim demi musim.
Baca Juga : Kalah Dari Chelsea Man Ud Kurang Beruntung di Stamford Bridge